Minggu, 25 Mei 2014

Pemmbelajaran role playing

A. PENGERTIAN BERMAIN PERAN ( ROLE PLAYING )

Dalam suatu proses belajar mengajar ada beberapa komponen yang selalu terkait dan tidak bisa dipisahkan, yaitu media pengajaran, prosedur didaktif (metode), materi pelajaran dan lain-lain. “Semua komponen tersebut harus terpadu dan serasi agar tercipta suasana belajar mengajar yang menyenangkan, akhirnya terwujud suatu hal apa yang dinamakan dengan hasil belajar yang berbobot dan berkualitas (Winkel, 1991: 177).
Supaya pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan berupa pemahaman yang mendalam dan berantai dari siswa, diperlukan suatu pendekatan. Guru berperan penting dalam hal ini, dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan bekal pengalaman yang dimiliki, sebaiknya seorang guru haruslah mempersiapkan segala sesuatu sebelum melakukan pembelajaran, mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.
Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah bagaimana memahami kedudukan prosedur didaktif sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian dalam keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Dalam penggunaan metode atau prosedur didaktif terkadang seorang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah anak didik mempengaruhi penggunaan metode. Bervariasinya metode juga dapat menyulitkan guru. Sebagai cara untuk tercapainya tujuan intruksional dari pembelajaran matematika maka perlu adanya pemilihan penggunaan metode yang terbaik agar siswa merasa tertarik untuk mempelajari mata pelajaran matematika sebagaimana mestinya.
Pembelajaran dengan role playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu: a) dapat menjamin poartisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan b) permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa (Prasetyo, 2001:72).
Pembelajaran dengan role playing merupakan suatu aktivitas yang dramatik,biasanya ditampilkan oleh sekelompok kecil siswa, bertujuan mrngeksploitasi beberapa masalah yang ditemukan untuk melengkapi partisipasi dan pengamat dengan pengalaman belajar yang nantinya dapat meningkatkan pemahaman (Prasetyo, 2001: 74).
Menurut Mulyasa (2005:43) pembelajaran dengan role playing ada tujuh tahap yaitu pemilihan masalah, pemilihan peran, menyusun tahap-tahap bermain peran, menyiapkan pengamat, tahap pemeranan, diskusi dan evaluasi serta pengambilan keputusan. Pada tahap pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya. Tahap pemilihan peran memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain. Selanjutnya  menyusun tahap-tahap bermain peran. Dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa bisa menambah dialog sendiri. Tahap berikutnya adalah menyiapkan pengamat. Pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran. Setelah semuanya siap maka dilakukan kegiatan pemeranan. Pada tahap ini semua peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing sesuai yang terdapat pada skenario bermain peran.
Dalam hal ini guru menghentikan pada saat terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan agar didiskusikan. Masalah yang muncul dari bermain peran, dibahas pada tahap diskusi dan evaluasi. Role playing disebut juga metode sosiodrama. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial (Djamarah dan Zain, 2002:56).
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. 
Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
a.    Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
b.    Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
c.    Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaauntuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
d.   Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni :
(1)  kualitas pemeranan
(2)  analisis dalam diskusi
(3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.

B. TUJUAN METODE BERMAIN PERAN ( ROLE PLAYING )
(Ali, 2000 : 84) menyatakan bahwa tujuan bermain peran adalah menggambarkan suatu peristiwa masa alampau atau dapat pula cerita dimulai dengan bebagai kemungkinan yang terjadi baik kini maupun mendatang kemudian ditunjuk beberapa siswa untuk melakukan peran sesuai dengan tujuan cerita. Pemeran melakukan sendiri peranannya sesuai dengan daya imajinasi tentang pokok yang diperankannya.
Mengutip pendapat dari Subari (1994 : 93) yang menjelaskan tujuan bermain peran adalah :
1.         Memahami peran orang lain.
2.         Membagi tanggung jawab dan melaksanakannya.
3.         Menghargai penghayatan orang lain,
4.         Terlatih mengambil keputusan.
Sudjana (1989 : 90) mengemukakan bahwa tujuan bermain peran adalah:
1.         Agar siswa dapat menghayati perasaan orang lain.
2.         Dapat belajar sebagaimana membagi tanggung jawab.
3.         Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan.
4.         Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan masalah.
Lain halnya dengan Hamalik (2002 : 138) yang mengatakan bahwa tujuan bermain peran adalah menciptakan kembali gambaran historis masa silam, peristiwa yang mungkin terjadi pada masa mendatang, peristiwa-peristiwa sekarang yang berarti atau situasi-situasi bayangan pada suatu tempat dan waktu tertentu.
Sudjana (2000 : 90) menjelaskan bahwa tujuan bermain peran adalah agar siswa dapat menghargai dan menghayati perasan orang lain, memupuk rasa tanggung jawab pada diri siswa.

C.‎ PERAN GURU
Dalam metode sosiodrama dan permain peranan Guru berperan sebagai ‎sutradara, dimana ia betugas sebagai pemimpin, memandu jalannya cerita dan ‎menentukan para pemain peranan yang cocok dengan karakternya. Dan terkadang ‎guru juga harus menyiapkan naskahnya terlebih dahulu. Selain itu Guru juga memiliki ‎tugas untuk menyimpulkan hasil akhir dari kegiatan dramatisasi tersebut.‎ Meskipun guru sebagai pemimpin cerita namun guru hendaknya harus memberi ‎kebebasan kepada peserta didik untuk mengekpresikan tingkah lakunya.‎

D.‎ PERAN MURID
Dalam metode ini murid berperan sebagai pemain dan penonton. Dengan ‎sosiodrama dan permain peranan setiap peserta didik diberi tugas memerankan hal – ‎hal yang sesuai dengan kemampuannya. Sehingga dalam pelaksanaan tersebut setiap ‎anak merasa tanggung jawab terhadap pelaksanaannya.‎ Setelah itu sebagian peserta yang statusnya sebagai penonton memiliki hak untuk ‎memberikan kritik dan saran dalam pelaksanaan kegitan tersebut. Sehingga setelah ‎permainan peran atau sosiodrama selesai maka akan tercipta suatu diskusi yang hidup.‎

E.‎ MATERI YANG COCOK
Metode sosiodrama dan bermain peranan sangat cocok digunakan untuk meteri ‎yang memiliki tujuan :‎
‎1.‎ Memahami perasaan orang lain
‎2.‎ Membagi pertanggungjawaban dan memikulnya.‎
‎3.‎ Menghargai pendapat orang lain.‎
‎4.‎ Mengambil keputusan dalam kelompok ‎
5.‎ Membantu penyesuaian diri dengan kelompok
‎6.‎ Memperbaiki hubungan sosial.‎ ‎
7.‎ Mengenali nilai – nilai dan sikap-sikap ‎
8.‎ Menaggulangi atau memperbaiki sikap – sikap yang salah.‎
Misalnya Dalam pendidikan agama metode sosiodrama dan bermain peranan ini ‎efektif dalam menyajikan pelajaran PKn, akhlak, sejarah Islam dan topik-topik ‎lainnya. Dalam pelajaran sejarah, misalnya guru ingin menggambarkan kisah sahabat ‎khalifah Abu Bakar, ketika beliau masuk Islam. Kisah tersebut tentu amat menarik jika ‎disajikan melalui metode sosiodrma dan bermain peranan. Sebab siswa disamping ‎mengetahui proses jalannya khalifah Abu Bakar masuk Islam, juga dapat menghayati ‎ajaran dan hikmah yang terkandung dalam kisah tersebut.‎ Demikian pula halnya pada pelajaran akhlak. Misalnya bagaimana sosok akhlaqul ‎karimah (seorang yang berakhlak mulia) dan anak yang saleh ketika berhadapan ‎dengan orang tuanya maupun anak durhaka kepada orang tuanya, misalnya ‎sebagaimana cerita “Si Malin Kundang” yang tersohor itu.‎

F. PRINSIP DASAR DAN CIRI-CIRI METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN
Prinsip dasar metode pembelajaran bermain peran yaitu :
Menurut Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut:
a.       Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim.
c. Kelompok mempunyai tujuan yang sama.
d. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
e.  Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
f. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain.
Sedangkan ciri-ciri metode pembelajaran bermain peran adalah :
a) Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
c)  Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

G. PROSES PELAKSANAAN METODE ROLE PLAYING
1)      Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya.
2)      Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain.
3)      Menyusun tahap-tahap berain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri.
4)       Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang tidak menjadi pemain atau pemeran.
5)      Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran.
6)      Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa.
7)      Pengambilan keputusan yang telah dilakukan. Jadi pembelajaran dengan role playing merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan oleh guru sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut.
 Agar metode role playing/ bermain peran ini dapat mencapai tujuan, maka harus disusun langkah-langkah pembelajaran agar penggunaan metode ini lebih efektif. Langkah-langkah menurut Subari, (1994: 93-94) tersebut sebagai berikut:
(1)     guru menerangkan teknik sosiodrama dengan cara yang mudah dimengerti oleh para siswa.
(2)     Masalah yang akan dimainkan harus disesuaikan dengan tingkat umur dan kemampuan.
(3)     Guru menceritakan masalah yang akan dimainkan itu secara sederhana tetapi jelas, untuk mengatur adegan dan memberi kesiapan mental para pemain.
(4)     Jika sosiodrama itu untuk pertama kali dilakukan sebaiknya para pemerannya ditentukan oleh guru.
(5)     Guru menetapkan para pendengar, yaitu para siswa yang tidak berperan.
(6)      Guru menetapkan dengan jelas masalah dan peranan yang harus dimainkan.
(7)     Guru menyarankan kata-kata pertama yang harus diucapkan pemain untuk memulai permainan.
(8)     Guru menghentikan permainan di saat situasi sedang mencapai klimaks dan kemudian membuka diskusi umum.
(9)     Sebagai hasil diskusi, guru dapat meminta siswa untuk menyelesaikan masalah itu dengan cara-cara lain.
(10)   Guru dan siswa menarik kesimpulan-kesimpulan dari drama yang dimainkan baik dalam teknik maupun dalam isinya

 H. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE ROLE PLAYING
            Seperti metode-metode pembelajaran yang lain, metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain Peranan (Role Playing) juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Maksudnya, tidak semua materi bisa menjadi lebih baik bila menggunakan metode ini, akan tetapi harus dipilih dengan teliti oleh guru pengampu, mana yang baik menggunakan metode ini dan mana yang tidak. Berikut saya sampaikan beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran sosiodrama/bermain peran (Role Playing).
Kelebihannya:
a)  Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
b) Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
c) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
d) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaikbaiknya.
e) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
f) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.
Kekurangannya:
a) Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.
b) Banyak memakan waktu.
c) Memerlukan tempat yang cukup luas.
d) Sering kelas lain merasa terganggu oleh suara para pemain dan tepuk tangan      penonton/pengamat.

I. CARA-CARA MENGATASI KELEMAHAN – KELEMAHAN METODE BERMAIN PERAN
Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode sosiodrama antara lain ialah :
·           Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tigas tertentu
·           Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
·           Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama.
·           Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.


Daftar pustaka
Depdiknas. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas.
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Effendi, Onong Uchjana. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni.
Gulo W. 2002.  Strategi belajar mengajar, Jakarta; Gramedia.
Hasan S.N . 1996.  Pendidikan ilmu-ilmu sosial buku 1 dan 2, Bandung, Jurusan  Pendidikan Sejarah UPI.
Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sardiman. 2001. Interaksi Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siska, Y. 2011. Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Komunikasi Anak Usia Dini. Jurnal Edisi Khusus No.2, : 31-37.
Sudjana S., D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
Winkel.      1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo

1 komentar:

  1. Halo Bossku ^^
    Segera Daftarkan ID di ibu21,com
    Menyediakan 8 Permainan Hanya Dengan 1 ID
    Serta Tersedia Promo Menarik
    Bonus Turn Over Terbesar
    Bonus Refferal Seumur Hidup
    Minimal Deposit Hanya 25Rb
    BBM : csibuqq
    WA : +855 88 780 6060
    Di Tunggu Kehadirannya Bossku ^^

    BalasHapus